Ads 468x60px

Thursday, April 17, 2014

Benarkah kita Santri SPMAA ?

Sebagai santri SPMAA tidak ada itu, kata alumni / lulusan. Karena kita sebagai santri SPMAA itu sehidup-sekembali, jadi tidak ada istilah kalau sudah menikah/sudah punya anak/cucu lalu kita berhenti mengamal-sebarkan ajaran Bapak Guru ini.

Kita bisa disebut LULUS jadi santri Bapak Guru Muchtar kalau sudah wafat Khusnul khotimah, bersama beliau disurga. Itu baru disebut lulus. Kalau cuma sekedar pernah dakwah / sedekah ratusan juta, berpuluh-puluh hektar tanah, rumah  & mobil mewah, itu belum cukup untuk menebus 1 nikmatnya Allah berupa Mata atau Oksigen yg kita hirup sitiap hari. Apalagi yg kita andalkan agar bisa mendapat surga!.

Trus bagaimana agar kita bisa selamat wafat khusnul khotimah?

1. Kuat-kuatkan berdo'a dimanapun berada terutama diakhir malam (hanya semata-mata karena Allah)
2. Siap diremehkan
3. Banyak Bersedekah
4. Taat Pemimpin / Komando (Bapak Guru Waktu mau berangkat ke Malasia menunjuk Gus Hafidh, Gus Khosyi'in, Gus Glory, Gus Naim sebagai penerus. Dawuh Beliau sebelum ke Malysia: "sampean kabeh gak usah bingung, sedeh, susah. Selama kulo tinggal niki gus hafidh, gus khosyi'in, gus glory & gus naim iki seng nganteni / nerusno aku". (Indonesia "Sampean semua tidak usah binggung, sedih & susah. Selama saya tinggal ini Gus Hafid, Gus Khosyi'in, Gus Glory & Gus Naim yg Mengantikan / Meneruskan saya")

Itu semua adalah dawuh langsung dari beliau bapak guru Muchtar waktu beliau masih membersamai kita. Dari ke Empat kriteria itu kita tidak bisa hanya mengambil salah satu / meninggalkan salah satu kriteria itu, karena karena dari semua kriteria/syarat itu SATU PAKET, ngak bisa dipisah-pisah.

Jadi jika kita merasa dan ngaku jadi santrinya Bapak Guru ya, mari melaksanakan apa yg diprintahkan dan diteladani beliau selama ini.

Dalam hidup beliau ngak berani tidur di kasur selama santri-santri tidak pakai kasur, ngak berani makan lebih enak dari apa yg dimakan santri sehari-hari.

Hendak dibelikan mobil oleh putra beliau dan sudah DP uang, tapi apa kata beliau? "putraku semua, dulu abi bangun jembatan dari kayu jati untuk akses masyarakat ke sawah mereka, nah sekarang ko' roboh. Bagaimana kalau uang untuk beli mobil itu dibuat mbangun jembatan"



"Kedua" kata beliau, "Nanti kalau kita beli Mobil, takutnya santri-santri ngak jadi kepengen ilmunya allah yg dibawa abi ini, malah kepengen mobil. Ketiga, Nanti kalau kita beli mobil, kasihan tetangga kanan-kiri kita yg apalagi beli mobil, untuk sekolah anak saja sempoyongan, dunia ngak dapat, akhirat juga ngak. betapa kasihanya.

Akhirnya sampai beliau Bapak Guru Muchtar wafat beliau ngak punya mobil, padahal tujuan putra-putra beliau membelikan mobil itu agar kalau beliau diundang pengajian keluar daerah itu ngak usah nyewa mobil. 

Karena kalau dihitung-hitung dalam 3-4 bulan saja uang untuk nyewa mobil, sudah bisa untuk beli mobil sendiri. Apalagi beliau kalau diundang pengajian itu tidak pernah mau dikasih upah (amplop) apalagi pasang tarif pengajian! jelas tidak.

Tapi karena ada kebutuhan Agama, Bangsa yg lebih penting akhirnya lebih dipentingkan mbangun jembatan daripada beli mobil.

Nah sekarang kembali ke kita yg merasa santri SPMAA, sudahkah kita berusaha mencontoh Bapak Guru? sampai mana kita mengamalkan ajaranya?

Sekarang yg jadi tangisan gus-gus saat ini, itu kebanyakan santri justru ungulan-ungulan harta-benda, pangkat kedudukan Dunia. Rumah Mewah, Anaknya dibelikan Motor Ninja, adiknya dibelikan Fixion, Istrinya dibelikan Mobil dls.

Padahal teladan hidup kita Bapak guru Muchtar, Rumahnya terbuat dari sesek bambu, ngak punya motor/mobil lantas kita mencontoh siapa? para nabi mulai Nabi Adam-Nabi Muhamad juga dalam sejarah hidupnya juga selalu prihatin dan penuh kekurangan dan coba'an.

SIAPA YG KITA CONTOH???

Bapak Guru menjalani hidup seperti itu bukan ko' karena tidak punya uang loh! beliau tidak memuaskan nafsu dunia itu karena tau kenikmatan Akhiratlah yg 99% dunia cuma sementara (tipuan semata).

dan karena takut santri-santri beliau jadi kepingin kenikmatan dunia daripada ilmunya bapak guru. lha skarang kita ko' justru mengejar kenikmatan dunia, menyampingkan ajaran bapak guru!

Ayo prihatin, dan segera menaubatinya sebelum ajal tiba.




2 comments:

 

Pengikut