Ads 468x60px

Friday, November 28, 2014

Berkebun Bibit Baik


oleh: Gus Adhim

Anak kecil itu biasa dipanggil Al. Nama lengkapnya Alfa Alfin Salvatore. Usianya belum genap 5 tahun. Saat itu ia masih duduk di bangku taman kanak-kanak. Al senormal anak seusianya yang suka bermain dan menjalani dunia kecilnya. Bedanya mungkin pada pilihan Al dalam memaknai kehidupan dan ketika bicara cita-cita.

Misalnya saja pada usia sedini itu, ia sudah memulai puasa sunnah Nabi Dawud (sehari puasa, sehari jeda), puasa Senin-Kamis, dan bahkan puasa terusan. Pada bulan Rajab seperti sekarang ini, Al akan ikut puasa tiga puluh hari penuh. Ramadhan sudah pasti tunai full sebulan tanpa dipaksa-paksa.

Saat saya tanya tentang perilaku uniknya itu, ia menjawab dengan kalimat sepotong-sepotong. Intinya, Al ingin mengikuti jejak sunnah para Nabi sebagaimana dongeng yang ia dengar dari Abi dan Ummi. Juga seperti yang sering ia lihat di film animasi Islami. “Aku mau ikut Nabi Dawud,” katanya dengan wajah berbinar.

Kisah para Nabi, terutama Nabi Dawud yang suka berpuasa ternyata mengilhaminya. Sebagaimana dikisahkan, atas pertolongan Allah, Nabi Dawud yang saat itu anak-anak berhasil mengalahkan raja Jalut yang tubuhnya jauh lebih perkasa.

Selain istiqomah berpuasa sunnah, sholat tahajjud dan dluha juga rutin dilakukannya. Menariknya, tirakat itu ia lakukan atas kesadaran sendiri, bukan karena disuruh orang tuanya. Saya berfikir pastilah fenemona Salvatore ini karena pola pendidikan yang dikelola oleh keluarga.

Ternyata memang benar. Selama Al masih dalam kandungan, Abi dan Ummi hampir setiap hari berpuasa. Ditambah bacaan rutin Al Quran dan Shirah Nabawiyah. Plus amalan seperti tahajjud, dluha, dan terutama banyak-banyak bersedekah melayani sesama manusia. Masa kandungan Al ini total ditirakati.

Galibnya ibu hamil, umumnya akan diasupi sepenuh-penuhnya gizi ragawi. Supaya bayi yang lahir nanti sehat dan bersalin normal. Tapi ibu Al berbeda. Ummi Nuriyati, demikian beliau dipanggi, justru mempuasai kandungannya. Gerakan “senam hamil” beliau tempuh melalui rutinitas amalan sholat fardlu dan sholat sunnah.

Semua tips hamil sehat yang Ummi Nuriyati pilih, berbalik dari kebanyakan ibu-ibu hamil lainnya. Ummi memilih tirakat yang bagi orang mungkin sangat berat. Ikhtiar Ummi nyatanya sukses. Salvatore kini jadi generasi rabbani. Selain terus menjaga amalamal sunnahnya, prestasi di sekolah juga membersyukurkan. Beberapa waktu lalu ia sudah bisa demo instalasi Linux Sabily duet bersama Onno W. Purbo pada acara Seminar Nasional Madrasah Open Source yang digelar sekolahnya.

Fenomena Al dan ibunya yang memulai proses pembelajaran kehidupan sejak dini seperti berkebun bibit baik. Untuk menghasilkan tanaman bermutu dibutuhkan bibit yang bermutu juga. Prosesnya mesti dijalani dengan teliti, susah dan penuh keprihatinan.

Ummi Nuriyati ingin Al menjadi anak yang baik di tengah anomali dunia saat ini. Ketika pemberitaan kerusakan moral bangsa yang kian mengkhawatirkan, keluarga Al optimis sekuatnya. Diantaranya berikhtiar melalui pembibitan generasi yang waras di tengah dunia yang makin gila.

Salvatore, Ummi Nuriyati dan pola pembibitan keluarganya mungkin aneh dan asing bagi kita. Karena cara yang ditempuhnya tidak umum. Tapi justru saya melihat itu sebagai penyimpangan positif yang perlu ditiru. Maka melalui tulisan ini, saya juga mengajak para keluarga Indonesia mulai ikhtiar berkebun bibit baik. Jadikan rumah sebagai pendidikan madrasah. Keluarga adalah sekolah sesungguhnya.

Namun yang perlu diingat, proses berkebun juga banyak gangguan. Ada ulat, hama, dan tanaman pengganggu lainnya yang berkerumun di sekitar dan bisa merusak bibit itu. Berkebun bibit generasi rabbani yang berciri jujur dan berani, pun beresiko. Bisa jadi di tengah jaman edan sekarang, pilihan berkebun itu dianggap lucu. Karena tidak serupa arus utama.

Bahkan mungkin dalam prosesnya, kita akan diasingkan dan terusir sebagai martir. Sebagaimana kasus yang dialami Ibu Siami dan anaknya, Al, di Surabaya. Keluarga ini membibitkan sikap jujur tapi malah hancur karena anomali masyarakatnya.

Sebagaimana para Nabi yang menjadi agen pembibitan “positive deviance” di tengah umatnya yang rusak total, kita mungkin akan mengalami perlawanan dan resistensi yang menggegiriskan dari arus utama jaman. Mungkin kita yang waras justeru dianggap gila. Di sini konsistensi dan ketahanan fisik mental keluarga kita diuji. Kekuatan doa menjadi penguat semangat sekaligus benteng penahan tekanan.

Inspirasi dari kesuksesan Ummi Nuriyati memproses bibit-bobot-bebet Salvatore, akan menjaga kita tetap berharap. Seburuk apapun kondisi umat saat ini, tetap harus ada usaha yang optimis kita ikhtiari. Pilihan yang ideal adalah melalui pendidikan keluarga.

Jadikanlah keluarga rumah kita sebagai kebun pembibitan anak-anak yang kita persiapkan untuk mengubah peradaban, sesulit apapun tantangannya. Jika dunia masih lama usianya, akan tetap dibutuhkan kehadiran Ummi Nuriyati, Salvatore, Ibu Siami dan Alif yang dapat memupuk asa kebangkitan negeri ini.

Berkebun bibit baik akan jadi asing dan aneh. Kita yang baik mungkin akan terkucil jadi minoritas karena itu berbeda dari pilihan mayoritas yang buruk. Setidaknya itu terbukti kondisi dunia saat ini.

Pesan saya, Bismillaah bertahan dan bersiaplah dari segala intimidasi, tekanan dan perlawanan jaman. Ketika berbuat baik dan kita malah dikucilkan, ingatlah penghiburan sabda Nabi, “beruntung dan berbahagialah wahai orang yang asing”. Fa tuba lil ghurabaa.

I want to be the minority,
I don’t need your authority,
down with the moral majority
cause I want to be the minority
(Minority, Greenday)

Sumber:
http://surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=2de68a7c5e3db6a836ab8f5f109416b8&jenis=182be0c5cdcd5072bb1864cdee4d3d6e

0 comments:

Post a Comment

 

Pengikut